Desember 01, 2008

PAK DHE vs BU DHE




Pilkada Jawa Timur putaran kedua telah dilaksanakan pada tanggal 4 November 2008 atau sebulan yang lalu dengan menyisakan dua pasangan calon, “Bu Dhe” Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono serta “Pak Dhe” Sukarwo dan Saifullah Yusuf. Seperti biasa, angka golput benar-benar luar biasa. Dari sekitar 25 juta pemilih terdaftar, hanya sekitar 15 juta jiwa (60 %) yang menggunakan hak pilihnya.

Apakah yang menyebabkan angka golput begitu tinggi? Bisa saja karena jauhnya rumah pemilih dari TPS (ini benar-benar terjadi di lingkungan saya. Para manula hampir semua tidak menggunakan hak pilihnya karena rumah mereka yang jauh dari TPS, sementara mereka tentu tidak bisa bepergian terlalu jauh). Memang alasan yang lucu. Tapi, mau bagaimana lagi? Inilah faktanya.

Ehm, ehm. Tapi saya tidak ingin ngoceh mengenai hal itu. Saya ingin ngoceh tentang hasil Pilkada itu sendiri. Ketika jam menunjukkan pukul 13.00 WIB, seluruh petugas Quick Count mulai bergerilya dan melaporkan hasil penghitungan kepada TV tempat mereka bekerja.

Hasilnya, setelah menunggu sekitar dua jam, “Bu Dhe” Khofifah dan pasangannya Mudjiono dinyatakan sebagai pemenang dengan selisih sekitar 0,3 %. “Bu Dhe” Khofifah dan tim suksesnya pun bersorak gembira menyambut hasil ini. Padahal, entah mereka tahu atau tidak, toleransi kesalahan dari penghitungan ini biasanya sekitar 2 persen, artinya hasil ini rawan salah.

Benar saja, ketika KPU mengumumkan hasil pilkada pada Rabu, 12 November 2008, Hasil pun berbalik. “Pak Dhe” Karwo dan Gus Ipul malah dinyatakan sebagai pemenang Pilkada Jatim dengan 7.729.944 suara, sedangkan Kaji 7.669.721. Selisihnya hanya 60.223 suara, atau hanya 0,39 persen.

Bu Dhe Khofifah dan tim suksesnya pun mencak-mencak. Mereka tidak terima dengan berbagai alasan, dan yang paling lantang adalah hasil quick count. Bu Dhe sempat berkata kalau ada kejanggalan dalam hal ini, sebab sebelum pemilihan, pemerintah terus mengklarifikasi bahwa Quick Count bukan jaminan. Kenyataannya memang bukan. Alasannya, coba baca dua paragraf sebelumnya.

Yang jelas, Bu Dhe dan tim sukses tidak puas dan menuntut masalah Pilkada Jatim ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 12 November 2008. Yang ini mungkin saya masih oke-oke saja. Tapi, ketika membaca Koran Jawa Pos edisi Kamis, 13 November 2008, saya benar-benar tidak habis pikir. Bu Dhe mengatakan akan mengirim surat kepada PBB supaya dunia mengetahui apa yang terjadi di Jawa Timur. Maksudnya apa? Berlebihan sekali. Memangnya masalah ini sudah menyangkut perdamaian dan ketentraman dunia apa? Ada-ada saja.

Hilanglah simpati saya kepada Bu Dhe yang tercinta ini. Sekarang, saya merasa kalau Bu Dhe ini adalah orang yang (agak) gila jabatan. Tidak siap kalah. Dan, yang terpenting, kejadian ini menunjukkan kalau orang Indonesia belum siap untuk melaksanakan pemilihan secara langsung.

Lalu, bagaimana dengan hasil akhirnya? Tunggu saja tanggal 3 Desember 2008. Pada hari itu akan keluar Keputusan MK tentang sengketa Pilkada Jatim dan pada hari itu pula saya akan mengedit tulisan ini sesuai hasil keputusan. Andai Pak Dhe menang, fine. Saya memang memilih dia waktu itu. Andai Bu Dhe yang menang, ya sudah. Selamat atas keberhasilan anda. Semoga anggapan saya tentang anda yang gila jabatan itu tidak benar.

Tidak ada komentar: