Desember 06, 2008

FOTOKOPI vs FOTOCOPY

Kalau sebelumnya saya pernah ngoceh sedikit tentang Bahasa Jawa, sekarang saya juga ingin ngoceh tentang bahasa lagi, Kali ini bahasa nasional, Bahasa Indonesia.

Langsung saja ke pokok permasalahan. Menurut saya, Bahasa Indonesia ini meskipun masih terjamin penggunaannya tetapi kayaknya udah sekarat. Gimana nggak, pemuda-pemuda (bahkan orang tua) malah lebih bangga menggunakan kata dalam istilah asing, padahal padanan katanya sudah ada dalam Bahasa Indonesia.

Contohnya aja Fotokopi. Pasti jarang yang mau menulis menggunakan kata itu karena lebih memilih kata yang lebih “keren”, yaitu Fotocopy. Kebetulan saya punya rental kecil-kecilan di rumah, dan ketika ada seseorang meminta untuk diketikkan (formatnya sudah dia buat sendiri) surat lamaran pekerjaan. Seperti biasa, pasti ada kata fotokopi dan lain sebagainya.

Nah, ketika saya cetak dan dibaca oleh sang pelanggan, dia nggak mau dan minta dicetak ulang dan semua kata Fotokopi harus diganti dengan kata Fotocopy. Waktu saya tanya kenapa, dia menjawab nanti bisa salah paham, dan nggak keren katanya.

Waduh, kata-kata asing yang udah ada padanannya dalam Bahasa Indonesia aja masih dipakai dalam bentuk aslinya. Gimana kata-kata asli dari Indonesia-nya? Pasti udah pada hancur tuh! Ayo dong, pemuda Indonesia. Jaga dan lestarikan bahasa kita dengan baik. Pakai bahasa gaul sih boleh, tapi ya harus tahu bahasa resminya donk! Masa’ nulis fotokopi dengan baik dan benar aja nggak bisa? Sebetulnya masih ada contoh yang lain, cuma saya lupa .... hehehe ...

Kesimpulannya, Jangan seperti yang sudah-sudah. Masih ingat donk, ketika kebudayaan kita (seperti Reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange) akan direbut, hampir seluruh masyarakat demo sambil teriak-teriak mengutuk Malaysia dan membuat jalanan macet. Emangnya sebelum kebudayaan kita mau direbut itu, kita pernah menjaganya dengan baik? Jangan mau ambil enaknya aja donk!

Kortek (Korban Teknologi)

Entah kenapa, sebulan belakangan ini saya menjadi manusia yang sangat boros. Uang saku saya dipastikan akan habis di hari itu juga. Padahal sebelum-sebelumnya saya selalu bisa menyisakan uang saku. Kalau sekarang, jangankan sisa, habis tanpa menggerogoti uang “cadangan” pun sudah untung.

Uang Cadangan? Itu, uang yang memang dari dulu saya kumpulkan. Bukan, saya tidak mendefinisikan uang itu sebagai tabungan, karena uang itu selalu saya bawa di dompet saya. Jadi, untuk para pencopet, jangan lupa curi dompet saya kalau ingin uang tambahan buat makan, oke?

Nah, sekarang, apa sebetulnya yang menyebabkan saya menghabiskan uang saku saya? Ohoho, ternyata benda itu bernama internet. Dalam seminggu, bisa aja saya ke warnet dan menghabiskan waktu hingga 6 jam per minggu, atau satu jam per hari. Padahal, sebelum wabah ini, saya hanya menghabiskan waktu 2 hingga 3 jam per minggu di warnet.

Nah lo! Padahal kakak saya sudah berbaik hati memasang internet di rumah, tapi kenapa uang saku saya malah saya habiskan untuk ke warnet? Pertanyaan yang ini pun belum bisa terjawab. Tapi indikasi awal kelihatannya menunjukkan kalau saya sudah kecanduan internet dan menjadi salah satu korban teknologi.

Padahal, kalau dipikir-pikir, di waktu OL di warnet pun saya hanya membuka situs itu-itu saja. Saya jarang googling, karena memang jarang ada hasrat untuk mencari sesuatu. Sehingga, hampir dipastikan saya hanya membuka paling-paling lima atau enam situs saja ketika OL di warnet. Sebuah pemborosan besar-besaran. Kalau hanya membuka situs yang sama, kenapa harus ke warnet. Di rumah khan bisa …

Trus, gimana donk! Adakah seseorang yang sudi memberikan solusi agar saya dapat melepaskan diri dari virus bernama internet ini???

Desember 05, 2008

Fakta-fakta (nggak) Penting tentang Kartu

Kalau bicara soal kartu, ya tentu aja maksud saya kartu yang 52 lembar itu, yang biasa digunakan untuk Bridge, Remi, Poker, dsb. Cuma mau ngoceh dikit nich (terutama tentang King, Queen, dan Jack), udah pada tau belum kalau :
  • Ada 19 kartu yang tidak simetris dalam satu set kartu, mereka adalah : 1, 3, 5, 6, 7, dan 9 dari Jenis Clover, Heart, serta Spades. Khusus untuk 7, jenis diamond juga tidak simetris.
  • King Heart adalah satu-satunya King yang kedua tangannya terlihat.
  • Tangan kanan King Diamond tidak memegang senjata dan senjatanya bukan pedang.
  • Queen Heart memegang bunga dengan cara yang paling anggun, yaitu diselipkan diantara jari telunjuk dan jari tengah.
  • Queen Diamond adalah satu-satunya Queen yang memegang bunga bermahkota delapan.
  • Jack Keriting adalah satu-satunya Jack yang arah menolehnya tidak sama dengan Queen dan King dari jenis yang sama.
  • Jack Heart tidak memegang senjata, sementara di tangan kanannya dia memegang sesuatu, mirip tisu!

Gerhana Matahari mampir lagi!!

Eh, jangan lupa ya, tahun depan, pada tanggal 26 Januari 2009, Gerhana Mahahari akan mampir di Indonesia lagi. Sayangnya kali ini bukan gerhana matahari total seperti tahun 80-an. Dan sayangnya lagi, Gerhana ini bisa disaksikan jelas oleh orang-orang Jakarta, Kalimantan, dan Aceh.

Kita yang di Jawa Timur? Yah, mungkin kita masih bisa sedikit merasakan gerhana matahari itu. Tapi kayaknya nggak sampai selesai, soalnya waktu matahari tenggelam, bulan masih menutupi matahari. Jadi doakan saja cuaca cerah pada waktu itu, soalnya konon bertepatan dengan Imlek ... Imlek khan sering hujan.

Desember 01, 2008

That (5#!7) Formula

Dalam pelajaran Matematika, Kimia dan Fisika, kita sudah dijejali puluhan rumus sejak Sekolah Dasar. Rumus itu ada yang berguna sampai kapanpun, ada juga yang bahkan saya ragukan kegunaannya dalam kehidupan. Lalu kenapa kita begitu keras menghafalkan rumus-rumus itu?

Dapat nilai bagus, jelas. Bisa lulus UN dengan nilai terbaik, tentu saja. Persiapan menghadapi berbagai tes seperti SNMPTN, pasti. Tapi, kenyataannya, metode kita menghafal rumus itu benar-benar aneh. Ditelan bulat-bulat tanpa tahu, kenapa begini, kenapa begitu? Jadi benarlah kata teman saya. Jika kita mendapat satu rumus, pasti tiga rumus akan hilang dari otak kita. Agak kasar, memang. Tapi, sedikit banyak, benar juga jika kita terus menghafalkan rumus satu persatu.

Saya sering bingung dan pusing sendiri ketika ada yang menghafalkan rumus satu persatu, sambil diucapkan keras-keras. Nggak bisa tenang dikit apa? Lagian, emangnya bisa masuk dengan efektif kalo kayak gitu? Lucunya, banyak rumus yang sebenarnya bisa diwakili oleh satu rumus saja, namun tetap dihafalkan semuanya. Mau contoh?

Logika Matematika. Saya masih ingat, teman-teman saya sekelas sangat ribut menghafalkan, B dan B jadi B, B dan S jadi S, Jika B maka S kesimpulannya S, dsb (mohon maaf, saya tidak bermaksud mengejek teman-teman saya. Saya hanya ingin mengkritik metode mereka). AAARRRGGH! Saya sering pusing sendiri kalau sudah pada teriak kayak gitu.

Padahal, keempat logika itu (dan, atau, jika maka, jika dan hanya jika) bisa dihafalkan dan dikompres dalam empat kalimat, tanpa harus menghafalkan B dan S nya. Setidaknya, itu metode yang saya lakukan. Logika “Dan”, saya kompres menjadi “Hanya benar jika keduanya benar”. Otomatis, diluar keadaan itu, tentu saja salah. Logika “atau”, saya singkat menjadi “harus ada minimal satu kebenaran”. Logika “Jika maka”, (yang ini agak rumit) saya singkat menjadi “Jika syarat benar, kesimpulan tidak boleh salah”. Artinya, Jika B maka S, jadinya adalah S. terakhir, “jika dan hanya jika”, saya singkat menjadi “Kedua pernyataan harus sama”. Artinya, sama-sama benar atau sama-sama salah agar menghasilkan nilai “B”.

Itu masih satu bab. Masih banyak bab lain yang cara menghafal kita terlalu boros. Contohnya Trigonometri, Perpangkatan, Logaritma, Gerak, Energi, dsb. Kenapa sih, kita selalu mempersulit diri? Ada cara yang mudah, kenapa dibuat susah?

Ingat, hampir semua rumus itu tidak akan kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari (hampir lho!). Penjual cabe tidak akan repot-repot untuk mengukur sudut dan kemiringan, gradien serta jari-jari wadah agar cabenya muat (kalau ada yang mau, ya nggak tau. Tapi, masa’ ada sih?)

Jadi, jangan menyiksa diri untuk menghafalkan mereka. Sekali lagi, Ada cara yang mudah, kenapa dibuat susah sih? Atau, apakah kita ingin seperti pengandaian teman saya, Masuk rumus satu, hilang rumus tiga?

PAK DHE vs BU DHE




Pilkada Jawa Timur putaran kedua telah dilaksanakan pada tanggal 4 November 2008 atau sebulan yang lalu dengan menyisakan dua pasangan calon, “Bu Dhe” Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono serta “Pak Dhe” Sukarwo dan Saifullah Yusuf. Seperti biasa, angka golput benar-benar luar biasa. Dari sekitar 25 juta pemilih terdaftar, hanya sekitar 15 juta jiwa (60 %) yang menggunakan hak pilihnya.

Apakah yang menyebabkan angka golput begitu tinggi? Bisa saja karena jauhnya rumah pemilih dari TPS (ini benar-benar terjadi di lingkungan saya. Para manula hampir semua tidak menggunakan hak pilihnya karena rumah mereka yang jauh dari TPS, sementara mereka tentu tidak bisa bepergian terlalu jauh). Memang alasan yang lucu. Tapi, mau bagaimana lagi? Inilah faktanya.

Ehm, ehm. Tapi saya tidak ingin ngoceh mengenai hal itu. Saya ingin ngoceh tentang hasil Pilkada itu sendiri. Ketika jam menunjukkan pukul 13.00 WIB, seluruh petugas Quick Count mulai bergerilya dan melaporkan hasil penghitungan kepada TV tempat mereka bekerja.

Hasilnya, setelah menunggu sekitar dua jam, “Bu Dhe” Khofifah dan pasangannya Mudjiono dinyatakan sebagai pemenang dengan selisih sekitar 0,3 %. “Bu Dhe” Khofifah dan tim suksesnya pun bersorak gembira menyambut hasil ini. Padahal, entah mereka tahu atau tidak, toleransi kesalahan dari penghitungan ini biasanya sekitar 2 persen, artinya hasil ini rawan salah.

Benar saja, ketika KPU mengumumkan hasil pilkada pada Rabu, 12 November 2008, Hasil pun berbalik. “Pak Dhe” Karwo dan Gus Ipul malah dinyatakan sebagai pemenang Pilkada Jatim dengan 7.729.944 suara, sedangkan Kaji 7.669.721. Selisihnya hanya 60.223 suara, atau hanya 0,39 persen.

Bu Dhe Khofifah dan tim suksesnya pun mencak-mencak. Mereka tidak terima dengan berbagai alasan, dan yang paling lantang adalah hasil quick count. Bu Dhe sempat berkata kalau ada kejanggalan dalam hal ini, sebab sebelum pemilihan, pemerintah terus mengklarifikasi bahwa Quick Count bukan jaminan. Kenyataannya memang bukan. Alasannya, coba baca dua paragraf sebelumnya.

Yang jelas, Bu Dhe dan tim sukses tidak puas dan menuntut masalah Pilkada Jatim ini dibawa ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 12 November 2008. Yang ini mungkin saya masih oke-oke saja. Tapi, ketika membaca Koran Jawa Pos edisi Kamis, 13 November 2008, saya benar-benar tidak habis pikir. Bu Dhe mengatakan akan mengirim surat kepada PBB supaya dunia mengetahui apa yang terjadi di Jawa Timur. Maksudnya apa? Berlebihan sekali. Memangnya masalah ini sudah menyangkut perdamaian dan ketentraman dunia apa? Ada-ada saja.

Hilanglah simpati saya kepada Bu Dhe yang tercinta ini. Sekarang, saya merasa kalau Bu Dhe ini adalah orang yang (agak) gila jabatan. Tidak siap kalah. Dan, yang terpenting, kejadian ini menunjukkan kalau orang Indonesia belum siap untuk melaksanakan pemilihan secara langsung.

Lalu, bagaimana dengan hasil akhirnya? Tunggu saja tanggal 3 Desember 2008. Pada hari itu akan keluar Keputusan MK tentang sengketa Pilkada Jatim dan pada hari itu pula saya akan mengedit tulisan ini sesuai hasil keputusan. Andai Pak Dhe menang, fine. Saya memang memilih dia waktu itu. Andai Bu Dhe yang menang, ya sudah. Selamat atas keberhasilan anda. Semoga anggapan saya tentang anda yang gila jabatan itu tidak benar.

Bahasa Jawa, Bahasa yang (agak) Terlupa


Saya adalah orang Jawa. Suku Jawa. Dan saya bangga sebagai seorang yang berasal dari Jawa. Sebab, Orang Jawa memiliki keunikan tersendiri. Diantaranya, bahasanya yang bertingkat. Bahasa Ngoko (kasar) untuk berkomunikasi dengan teman sebaya, bahasa Krama Madya dan Krama Inggil untuk berkomunikasi dengan yang lebih tua.

Selain itu, Bahasa Jawa juga memiliki bentuk tulisan sendiri, yaitu Aksara Jawa. Memiliki dua puluh huruf (ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga) serta berbagai simbol untuk menunjukkan huruf mati, vokal, dsb.

Karena Aksara Jawa itulah, konon Bahasa Jawa dimasukkan ke dalam Bahasa Ibu yang, umm, gimana ya, yang orisinil gitu lah (Ini kata guru saya). Seharusnya kita bangga dengan hal ini, sebab hanya ada 19 bahasa di dunia ini yang memiliki bentuk tulisan sendiri. Diantaranya Mesir, Arab, Yunani, Cina, dsb.

Namun ironisnya, banyak diantara kita (termasuk saya sendiri), yang merupakan orang asli Jawa, tidak bisa berbahasa Jawa dengan baik dan benar. Saya tidak tahu apa yang menyebabkan hal ini. Yang lebih parah, anak-anak kecil saat ini, selalu didoktrin dan diajak bicara menggunakan Bahasa Indonesia oleh orang tua mereka. Halooo, saya tahu kalau Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan, tapi jangan lupakan bahasa asal kita donk!

Keheranan saya bertambah, ketika saya tahu Bahasa Jawa tidak lagi jadi salah satu mata pelajaran di SMA. Yang ada, kita mendapat satu pelajaran bahasa asing non Inggris (kebetulan di sekolah saya adalah Bahasa Jepang). Bukan kenapa-kenapa sih, kalau kita mempelajari bahasa orang lain. Itung-itung tambah pengetahuan. Tapi ya jangan lupakan bahasa kita sendiri donk! Nanti kalau bahasanya direbut orang lain, baru deh, mencak-mencak nggak karuan. Demo sana-sinilah, menyegel kedubes lah, atau yang lainnya. Daripada begitu, mbok ya mari kita lestarikan budaya kita sendiri sebelum direbut gitu lho! Gimana?

November 18, 2008

ANIME = ANAK - ANAK?

Sudah belasan tahun sejak sesuatu yang bernama anime itu masuk ke Indonesia. Belasan tahun pula anime – anime itu ditayangkan di hari minggu pagi, dan dikemas untuk anak – anak. Pihak pertelevisian sudah menganggap anime / kartun adalah konsumsi anak – anak. Saja.

Sehingga, ketika datang sebuah anime bernama saint saiya, banyak orang – orang tua sok tahu yang protes kepada stasiun tv yang menayangkan anime tersebut (kalo nggak salah kala itu RCTI). Mereka pada demo dan protes, nggak terima, dan seterusnya menerima kenyataan kalau ada kartun yang dibuat tidak untuk anak – anak.

What the ….. ? apa saya nggak salah dengar? Meski saya tidak tahu sendiri kabar / kasus mengerikan itu, saya jadi benar – benar heran dengan orang – orang sok tahu itu. Akibat dari demo mereka, katanya anime kita sempat macet selama beberapa tahun. Dasar orang sok tahu!

Anime untuk anak kecil? Nggak salah neeh? Perasaan di Jepang sana nggak pernah ada tuh ada tulisan yang mengatakan orang dewasa nggak boleh nonton anime. Yang ada mereka malah membuat anime untuk berbagai usia dan ditayangkan sesuai jamnya masing – masing. Kalau anime buat anak – anak, ya tayang pagi ampe’ siang. Kalo agak serius dan bahkan mengarah ke hentai ( yang memuat gambar – gambar “panas”), ya ditayangkan tengah malam ……

Nah, apa yang terjadi di sini? Semua anime dipukul rata, BUAT ANAK – ANAK! Nggak ada cerita kartun buat orang dewasa atau remaja! Jadi kalau mengandung adegan kekerasan, atau pemerannya dewasa semua, harus dihentikan! WHAT THE ….. ?

Mau tahu kasus nyata? Liat aja Naruto, Detective Conan, Bleach, Crayon Shinchan, dan beberapa contoh lain. KPI dan beberapa orang tua menegur kartun – kartun di atas karena nggak sesuai untuk ditonton anak kecil. Conan misalnya. Katanya tokohnya di anime itu dewasa semua dan banyak adegan kekerasan, nggak cocok buat anak kecil. Shinchan juga, beberapa tahun lalu sempat dipermasalahkan orang tua karena terlalu vulgar, nggak cocok ama anak kecil.

HALOOOOOO!!!! Masih pada ngigau ya? Siapa yang bilang judul – judul itu buat anak kecil? Dari bobot ceritanya aja udah keliatan kalo kartun – kartun di atas emang buat anak remaja. Bukan anak kecil. Ini malah KPI segala turun tangan mengatakan kartun itu nggak cocok buat anak kecil. Siapa juga yang berencana membuat Conan untuk anak kecil coba? Kurang kerjaan aja.

Daripada ngurusin kartun, urus tuh, sinetron – sinetron kacangan yang udah mulai nggak masuk akal dan seenaknya. Jangan menggangu kesenangan orang!

Oktober 22, 2008

Maksud blog ini

Yah, blog ini bukan didedikasikan untuk membuat gado - gado, ataupun untuk mengumpulkan resep masakan. Dalam blog ini anda akan bisa melihat seluruh pemikiran saya, entah waktu jadi politikus, jadi penggemar balap MotoGP, dsb. Jadi, nikmati saja pemikiran saya yang memang kadang nyeleneh ini :P .

Jadi Pengamat Politik Dadakan

Tentu anda sudah mengetahui siapa Barack Obama. Yap. Calon Presiden Amerika Serikat yang sedang heboh dibicarakan karena fenomenal. Dia seorang kulit hitam. Merupakan seorang berdarah campuran (bukan Snape dari Harry Potter lho!). Pernah tinggal di Indonesia, negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak. Banyak yang “Menuduh” beliau, bahwa beliau adalah seorang muslim. Tapi, beliau membantah dan mengatakan kalau beliau adalah pengikut Jesus yang setia (ah, padahal saya berharap tuduhan itu memang benar :P )

Perjalanan Beliau untuk bisa jadi seorang Calon Presiden Amerika Serikat pun gampang – gampang susah. Itu karena Si Hilary Clinton yang tidak mau menyerahkan kursi calon presiden meskipun perolehan delegasinya sudah tertinggal jauh. Namun akhirnya, si mama super ini mau mengaku kalah dan menyerahkan kursi calon presiden kepada Obama. Obama pun harus melawan McCain dalam perebutan kursi presiden.

Dalam kurun waktu beberapa bulan ini, kedua pihak sudah berkampanye untuk mendapat kepercayaan dari rakyat Amerika Serikat. Namun, sejauh yang saya tahu, McCain lebih banyak mengandalkan kampanye hitam dengan cara terus menjelekkan dan meremehkan Obama. Dia selalu meremehkan rencana Obama untuk menarik pasukan dari Irak. Dia selalu bilang “Saya rasa Obama belum mengerti.” Obama masih muda, masih, masih, masih, blah, blah dan blah. Rasanya hampir tidak ada kata lain untuk meyakinkan rakyat Amerika Serikat selain dengan kalimat itu.

Faktanya, meskipun diserang dengan kampanye hitam, Obama hampir selalu unggul dari McCain dalam berbagai voting dan polling,. Dalam debat yang diselenggarakan di bulan Oktober ini pun, Obama selalu berhasil mengungguli McCain. Terlihat sekali McCain sangat belepotan dan kerepotan dalam menjawab serangan Obama. Bahkan saya sampai bosan karena dia selalu mengeluarkan “kalimat” andalannya apabila sudah merasa terpojok. Obama masih begini, Obama masih begitu, dan sejenis itu.

Dalam polling setelah debat pun, Obama malah semakin melejit meninggalkan McCain. Tapi saya juga tidak begitu yakin dia bisa jadi Presiden dengan mudah. Fakta membuktikan, populer di kalangan rakyat belum tentu bisa jadi presiden. Ini karena sistem pemilihan di Amerika Serikat yang agak berbeda.

Lihat saja nasib Al Gore pada pemilihan 2004 lalu. Padahal saya sudah berharap Si Monster Bush turun dari singgasananya. Namun, entah karena politik apa, Si Monster Bush malah menjabat selama dua periode. Bisa saja McCain didukung oleh Bush dari belakang supaya memenangkan pemilihan ini. Entah dengan cara apa, supaya McCain bisa meneruskan kebijakan Bush yang makin lama makin nyeleneh itu.

Dalam hati, saya lebih condong ke Obama. Sudah cukup 8 tahun masa pemerintahan Si Monster Bush. Tidak perlu diperpanjang lagi dengan McCain. Saya tidak ingin melihat ada perang di Irak. Saya juga tidak ingin Islam terus diinjak oleh Si Monster Bush itu. Andai Obama terpilih, dia mungkin bisa memperbaiki citra Islam yang jelek di mata Amerika. Dia khan pernah tinggal di Indonesia, jadi pasti tahu sedikit banyak tentang Islam di Indonesia. Dan, pasti dia juga tahu kalau Islam tidak sejelek yang digembar – gemborkan oleh Si Monster Bush. Semoga.